LINTAS MEDIA – Bojongkoneng, pernikahan merupakan hal yang mulia, ikatan suci yang menjaga kehormatan diri serta terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama, pernikahan adalah bukan hanya menyatukan dua individu yang berbeda tetapi menyatukan dua kelompok atau keluarga dalam satu ikatan keluarga, oleh sebab itu pernikahan harus dilanksanakan secara sah,resmi dan disaksikan oleh orang banyak sebagai bentuk pengakuan serta sah dan adanya kepastian secara hukum karena tercatat dalam dokumen negara.
Kepastian hukum disebut juga dengan istilah principle of legal security dan rechtszerheid. Kepastian hukum adalah perangkat hukum suatu negara yang menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.
Penomena kawin siri atau kawin di bawah tangan masih banyak terjadi di praktekan,terutama di daerah-daerah yang jangkauan nya jauh ke pusat pemerintahan atau karena alasan keterbatasan ekonomi sehingga kawin siri menjadi solusi termudah untuk melegalkan sebuah pernikahan, secara hukum agama pernikahan tersebut sah tetapi tidak tercatat di pengadilan agama sebagai ikatan pernikahan yang sah,sehingga si pelaku kawin siri ini mendapatkan kesulitan ketika ingin melengkapi domumen-dokumen kependudukan, terutama untuk melengkapi dokumen kependudukan anak-anak mereka (akta lahir, KK).
Salah satu temuan kasus seperti ini terjadi di Cipatujah, terdapat hampir 50 pasangan lebih yang pernikahannya belum tercatat secara resmi di pengadilan agama sehingga mereka mengalami kesulitan tatkala akan melengkapi dokumen kependudukan tersebut.
Berawal dari kepedulian melihat kejadian seperti ini, beberapa orang perwakilan masyarakat Cipatujah mendatangi gedung dewan untuk bertemu ketua DPRD dengan maksud memohon bantuan agar bisa berkordinasi dengan Pengadilan Agama untuk memfasilitasi terjadinya sidang Isbat pernikahan bagi lebih 50 pasangan sehingga mereka bisa dicatat secara resmi dan mendapatkan kepastian hukum serta hak mendapatkan pelayanan administrasi Kependudukan.
Gian Andani (33) kordinator perwakilan masyarakat cipatujah mengatakan kepada awak media “sengaja kami datang ke gedung dewan ini untuk mengadu serta memohon kepada anggota dewan yang terhormat terutama kepada ketua dewan DPRD Kabupaten Tasikmalaya untuk dibantu agar nasib ke 50 pasangan ini bisa mendapatkan keputusan hukum secara sah yaitu dengan cara isbat nikah yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama secara cuma-cuma karena mayoritas pasangan ini adalah orang-orang tidak mampu” tuturnya.
Rombongan perwakilan masyarakat cipatujah ini di terima di ruang lobi DPRD oleh H. Syahban Hilal, SH,M.Pd wakil ketua komisi IV. Terkait permintaan perwakilan masyarakat untuk dipasilitasi sidang ishbat nikah ini dengan Pengadilan Agama, Syahban mengatakan “PA kabupaten Tasikmalaya itu bakal mengusulkan jumlah anggaran-anggaran negara ke PTA, tergantung data kenyataan. PA misal kalau bulan kemarin biaya untuk sidang hanya satu kali, karena banyaknya kasus, hingga bisa melakukan beberapa kali sidang dalam satu bulan,tergantung data kenyataan. Dan kalau temuan ini disampaikan kepada LBH yang sudah di tunjuk oleh PA, tentu akan jadi bahan usulan untuk anggaran 2022,kalau PA tidak ada informasi maka akan tetap, silahkan anda bersama-sama LBH menghadap ke PA” katanya
“LBH sudah di protek oleh bagian hukum dan ada program bantuan hukum bagi masyarakat kabupaten Tasikmalaya yang tidak mampu, besar kecil bantuan tergantung kemampuan anggaran, tergantung dana yang ada, kalau LBH tidak ada data dan pengaduan mungkin tidak akan ada gerakan.” lanjutnya.
Menanggapi hal ini, rombongan perwakilan masyarakat cipatujah yang terdiri dari Galih Sundara (35), Gian Andani (33), Dani Ramdani (45),Roni (43),Gilang Cahya Wibawa (31) dan beberapa perwakilan masyarakat lainnya akan berkordinasi dan berkonsultasi dahulu.
Isbat nikah adalah penetapan tentang kebenaran (keabsahan) suatu pernikahan, pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama islam, akan tetapi tidak dicatat oleh KUA atau PPN yang berwenang (keputusan ketua Mahkamah Agung RI nomor KMA/032/SK/2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas dan adminstrasi pengadilan.
Status perkawinan dalam hal ini diartikan dengan keadaan dan kedudukan perkawinan yang telah dilangsungkan. Dalam aspek ini sebenarnya UU telah memberikan rumusan tentang perkawinan yang sah. Pasal 2 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing Agamanya dan Kepercayaannya itu. Dalam penjelasan pasal 2 disebutkan bahwa dengan perumusan pada pasal 2 ayat 1 ini tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing Agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.